Minggu, 25 September 2022
Rabu, 23 Maret 2022
Anarbuka Kukuh Prabawa - Laras Madya's Resistance to the Mass Cultural Hegemony and Its Impact on Traditional Societies' Habitus
Prabawa, Anarbuka Kukuh
Anarbuka Kukuh Prabawa, Kun Setyaning Astuti
Volume 9,Issue 9, September 2021 - Articles
Abstract
The problem in this study reviews the efforts of the survival and resistance of LarasMadya against the domination of cultural hegemony that is popular in the wider community. Considering that art LarasMadya is one of the cultural heritage products in the form of a traditional musical ensemble that still survives in the community and is the foundation of the existence of folk culture, it is necessary to maintain and develop it. This study will discuss in more depth the community's resistance efforts in maintaining LarasMadya in the millennial era amid the domination of the cultural hegemony that continues to attack. The resistance, of course, can’t be separated from the habitus of the environment in it. The study approach method in this paper is interdisciplinary, or uses more than one disciplines. In detail, this study uses the disciplines of Sociology and Anthropology to focus on the concept of resistance by James Scott to analyze his efforts to survive (resistance). Meanwhile, to study the habits of the community, using the discipline of cultural studies, the habitus theory of Pierre Bourdieu. This study resulted in findings about the influence of LarasMadyaon the habits inherent in traditional community groups. As for the influence on the habits of traditional communities, namely orienting the values of Laras Madya as a reflection of life. Meanwhile, resistance to LarasMadya can also be observed in two forms of resistance, namely open and closed resistance. Consciously or not, very hard efforts are being made to survive and fight the domination of the cultural hegemony of the masses.
Full text PDF ; http://www.internationaljournalcorner.com/index.php/theijhss/article/view/166441
Senin, 31 Januari 2022
Anarbuka Kukuh Prabawa - Orientasi Istilah-Istilah Dalam Pembelajaran Seni Karawitan Jawa Melalui Aspek Psikologi Kognitif
INDONESIAN JOURNAL of Performing Arts Education
Available online at http://journal.isi.ac.id/index.php/IJOPAED
DOI suffix at https://doi.org/10.24821/ijopaed
5
Volume 2
Nomor 1
Januari 2022
p-ISSN: 2807-3819
e-ISSN: 2775-0884
Abstrak
Karawitan Jawa sebagai identitas musik tradisi Jawa hingga saat ini masih bertahan eksistensinya. Tidak lain karena karawitan telah dianggap oleh masyarakatnya sebagai bagian dari tradisinya. Meskipun demikian, hal tersebut tidak berlaku bagi orang awam yang belum terbiasa mendengar gamelan, sehingga letak probematikanya disini adalah pada konteks pembelajaran karawitan, bahwa khusus bagi siswa awam sangat sulit memahaminya. Terutama apabila dikaitkan dengan istilah-istilah dasar yang termuat di dalam Seni Karawitan. Tulisan ini bertujuan untuk menawarkan solusi akan problematika tersebut. Upaya yang dilakukan yakni memanfaatkan kreativitas guru untuk memberikan stimulus melalui aspek psikologi kognitif siswa. Seperti kajian ini, yakni melalui aspek kebahasaan atau istilah-istilah dalam karawitan, melalui stimulus tersebut akan melahirkan perilaku musikal. Kajian ini menyimpulkan bahwa dengan timbulnya mental response dari aspek kognitif siswa, maka akan mendorong siswa untuk melahirkan antusisasme berbentuk behavioral response, terutama dalam memaknai dan merepresentasikan nilai-nilai filosofis, nilai kebudayaan, dan nilai-nilai positif lain yang terkandung dalam seni karawitan Jawa.
Kata kunci
orientasi istilah; psikologi kognitif; pembelajaran karawitan; karawitan Jawa.
Full PDF:https://journal.isi.ac.id/index.php/IJOPAED/article/view/6109
Kamis, 02 Desember 2021
Anarbuka Kukuh Prabawa - "Wayang Cengkir Tingkeban”꧋ꦮꦪꦁꦕꦼꦁꦏꦶꦂꦠꦶꦁꦏꦼꦧꦤ꧀꧉
"Wayang Cengkir Tingkeban”
꧋ꦮꦪꦁꦕꦼꦁꦏꦶꦂꦠꦶꦁꦏꦼꦧꦤ꧀꧉
Pengertian Cengkir dan Tingkeban
Cengkir adalah buah kelapa yang masih sangat muda, berusia setelah Manggar namun sebelum menjadi Degan (Kelapa Muda). Sementara Tingkeban adalah upacara tradisi Jawa untuk memanjatkan doa memperingati 7 bulan usia kehamilan seorang wanita atau lebih lazim disebut upacara “Mitoni”. Mitoni berasal dari kata dalam bahasa Jawa yaitu “Pitu” yang berarti tujuh, artinya upacara Mitoni dilakukan untuk menandai usia kehamilan tujuh bulan. Hubungan antara Cengkir >< Tingkeban : Cengkir sebagai salah satu syarat wajib dalam upacara Tingkeban/Mitoni.
Lukisan Wayang Tokoh Bathari Kamaratih dalam Cengkir (Doc. Kukuh Prabawa, 2021) |
Filosofi Cengkir
Filosofi orang Jawa meyakini bahwa cengkir apabila dilihat secara kerata basa/Jarwo dhosok memiliki makna filosofi “Kencenge Pikir” atau dapat diinterpretasikan sebagai upaya meluruskan pikiran, mengkonsentrasikan harapan, meyakini sebuah tujuan, membulatkan tekad.
Tujuan apa yang diyakini dan diharapkan dalam upacara Tingkeban/Mitoni?
Jawab: Harapan terhadap calon buah hati pertama yang dikandung oleh seorang ibu yang nantinya memiliki karakter atau watak yang dapat seperti sosok karakter wayang yang digambarkan dalam cengkir kelapa tersebut.
Simbolisasi Karakter Wayang dalam Cengkir
Simbolisasi pemaknaan karakter wayang pada Cengkir yang digunakan dalam upacara Tingkeban /Mitoni :
Terdapat 2 buah cengkir yang dilukis 2 tokoh wayang pada masing-masing cengkir, satu tokoh pria, satunya lagi tokoh wanita, dan yang diutamakan sosok pasangan dalam pewayangan yang menjadi simbol kesetiaan.
Contoh:
Bathara Kamajaya >< Batahri Kamaratih
Raden Arjuna >< Dewi Sembadra
Prabu Rama Wijaya >< Dewi Shinta
Prosesi dan Tujuan Tingkeban
Prosesinya : Apabila nantinya saat cengkir dibelah oleh sang calon ayah cengkir terbelah langsung menjadi dua bagian, berarti calon anaknya nanti akan berjenis kelamin laki-laki, Begitupun sebaliknya apabila cengkir dibelah hanya pecah sebagian dan tidak terbelah, bayi yang dikandung akan lahir perempuan.
Tujuan & Harapannya: Apabila nantinya terlahir Laki-laki semoga menjadi anak layaknya seperti tokoh; Kamajaya, Arjuna ataupun Rama Wijaya, dsb. Kalau terlahir perempuan semoga menjadi anak layaknya seperti tokoh ;Kamaratih, Sembadra, Shinta dsb.
Langkah Pembuatan Wayang pada Cengkir
Pertama :
Siapkan Cengkir yang masih muda, kalau bisa usahakan cengkir gading (cengkir yang kekuningan), alasannya karena apabila menggunakan cengkir gading, saat proses pelukisannya teksturnya lebih lunak, dapat membeli di pasar ataupun langsung mencari di pohon kalau memang ada